Kamis, 09 Juni 2011

Tutorial Seketsa Digital

Bla bla bla

Rabu, 08 Juni 2011

Seni; Antara Bakat dan Niat Kuat

Seni: keluar dari apa itu seni beserta tetekbengeknya, (karena sampai saat ini saya belum pernah mendapatkan definisi yang pas). ada bagian yang sangat urgen yakni si Pembuat seni itu sendiri yang sering kita sebut sebagai Seniman.
 
Banyak orang yang berpendapat bahwa seorang seniman adalah orang yang benar-benar terlahir untuk menjadi seorang seniman, atau dengan kata lain kemampuan seninya merupakan bakat alami yang telah dibawa sejak lahir. Akan tetapi beberapa pendapat yang bahkan telah melalui sebuah penelitian juga mengungkapkan bahwa seni itu bisa dipelajari. Faktor bakat memang ada dan memang sangat berpengaruh, tetapi itu hanya untuk mempercepat perkembangannya.

Saya sering berpikir bahwa pendapat yang kedua tadi hanyalah sebuah “kata-kata penghiburan” bagi orang-orang yang dapat dikatakan kurang berbakat tetapi memiliki keinginan kuat dan kerja keras untuk menjadi seorang seniman. Tetapi itu masih pendapat saya saja, belum cukup bukti untuk itu.
Saya pernah membaca buku berjudul “Jenius Kreatif”, saya lupa siapa penulisnya. Disana banyak diulas tentang para jenius seni dari jaman-jaman Renaisans, Barok, Klasik, Modern, juga postmodern. Beberapa diantaranya seperti Micheleangelo, Leonardo Da Vinci, Mozart, Beethoven, Pablo Picasso, Van Gogh. Di sana dikatakan bahwa seni itu dapat dipelajari dengan berbagai metode sistematis yang dibuat berdasarkan cara-cara kerja para seniman besar di atas.
Bagaimana pendapat anda?

PC Paint

entah malam ini aku merasa sumpek, membuka pc ada progam "paint" jadi pingin corat-coret.

 Lilau Laut : PC Paint


 Mata Nelayan: PC Paint


 Menjaring Cahaya: PC Paint


 Ratapan Merapi: PC Paint


The Champions: PC Paint

Kamis, 02 Juni 2011

Kun

KUN
Kaf dan Nun
Maka Jadilah
Kaf dan Nun
Maka Hancurlah
Kaf dan Nun
Maka Hiduplah
Kaf dan Nun
Maka Matilah
Kaf dan Nun
Maka Bangkitlah
Kaf dan Nun
Maka tersungkur

Kaf dan Nun
Cukup dua huruf
Fayakun

Sidogiri 06 Rajab 1429 H

Sebenarnya aku ingin menulis puisi untukmu



Bagaimana akan aku tulis puisi untukmu
Sedang engkau adalah puisi itu sendiri
Kau lah kalimatkalimat keramat itu
Kau lah katakata yang tertata itu
Kau lah hurufhuruf indah itu
Kau lah segala tanda baca
Spasi titik koma berseru
Barisan Paragraf
Maka,
Yang sebenarnya
inginku menulis puisi untukmu
Nyatanya hanyalah membaca abc
Di dindingdinding ruang sekolah TK
Gambar daun pohon waru berwarna
Mencolok mata orangorang dewasa
Tapi sisi bibir anakanak itu tertarik
Ke kanan ke kiri sekitar dua centi
Yang kita menyebutnya senyum
Entah karena bisa membaca
Atau daun pohon waru
telah menariknya
menariknarik
daun waru
di hatimu
hatiku
kita
!

Malang 21 Ramadhan 1431 H

Cerpen, Aku Ingin Bercerita



oleh; Abdul Faqih M. R. (Alva)


Entah sudah berapa kali aku memohon kepadanya tuk mau membantuku menemui mimpi, mimpi yang hadir ke pesta sunyi yang aku gelar untuk merayakan kelelahanku. Tidur.
Andai bukan karena mimpi itu, tak mungkin aku sampai seperti ini, merendahkan harga diriku sebagai seorang yang terpelajar dengan mengemis, menangis-nangis memohon kesediaannya untuk mengikutiku.
“kau mimpi apa” tanyanya.
“Aku bermimpi ingin bercerita”.
“kamu tak akan bisa menemuinya”
“mengapa” tanyaku.
“Karena duniamu dengan dunianya berbeda”
“tapi mengapa ia bisa datang dalam pesta sunyiku”
“itulah hebatnya mimpi, ia bisa datang kepada siapa saja yang menggelar pesta sunyi”.
“ini tidak adil”
"Memang ! tapi kemana kau akan menuntut keadilan itu?"

“ tapi aku sangat ingin, aku sangat ingin menemui mimpi yang menghampiriku setiap malam. Aku ingin menemuinya, aku ingin menyalaminya, aku ingin berkanalan dengannya, aku ingin memukulnya, menghukumnya karena selalu saja hadir dalam pesta hening tidurku. Aku tak pernah mengundangnya untuk hadir dalam pesta yang ku gelar hanya untuk diriku sendiri.”

***
"Aku masih ingat saat pertama kali menjumpainya. Ia bersembunyi di sebuah tempat yang sangat tersembunyi. Aku datang ke rumahnya di sebuah tempat, entah apa namanya. Di sana ia hidup dengan beberapa penduduk yang mempunyai mata kucing. Mereka bisa melihat dalam gelap. Ya gelap gulita, tak ada siang di sana, yang ada hanya malam.
Sebelum memasuki kawasan itu, aku berpapasan dengan seorang yang sangat tua. Ia sangat ramah sekali. Bahkan dengan orang yang belum ia kenal. Sastra. Nama orang tua itu.
“Mau kemana anak muda?”
“aku ingin ke rumah cerpen” jawabku mantap, “apakah bapak tau di mana ia berada?” tanyaku kepadanya.
“oooo cerpen. Ia ada di sana, rumahnya ada di penghujung jalan ini, kamu berjalan saja lurus, nanti kau akan menemuinya."

“hati-hatilah, di sana tak ada matahari, jika kau ingin ke sana, bawalah kacamata ini” seraya menyerahkan kacamata tanpa gagang berbentuk hati kepadaku. Kacamata aneh yang baru pertama kali ini aku melihatnya.
“dengan kacamata ini, kamu akan dapat melihat dalam kegelapan" lanjutnya. "ini adalah Kacamata hati".
Tak sempat aku mengucapkan terima kasih, bapak tua itu langsung pergi, menghilang.

Dengan semangat nekat, aku lanjutkan perjalananku ke rumah cerpen, aku akan memintanya agar sudi membantuku menemui mimpiku. Aku bermimpi ingin bercerita.
tak terasa ahirnya aku sampai juga di penghujung jalan, dan tiba-tiba aku berada dalam sebuah ruang, ruangan yang tak berdinding.
dari dalam muncullah seseorang yang sudah tua, hampir sama tuanya dengan kakek Sastra yang aku temui tadi sebelum memasuki kawasan tanpa mata hari ini.

"anak muda, angin apa yang membawamu ke sini"
tak aku pedulikan pertanyaanya, aku balik bertanya "Apakah kau cerpen?!"
"ya, akulah cerpen"
"aku ingin kau mau membantuku"
"membantu apa?"
"membatu menemui mimpi, mimpi bahwa aku ingin bercerita."
“aku tak mau membantumu”
“kenapa”
“karena kamu tak akan bisa”
“apa kekuranganku, bukankah aku sama dengan mereka yang bisa bercerita, aku punya mulut, aku punya kosa kata, aku punya hati, aku punya…..”
“Hahahahahahaha kau tak sama dengan mereka,”
“apanya yang berbeda?’ tanyaku
“Kau tau, mereka semua gila”
“GILA.!?”
“tepatnya menggilakan diri”
“MENGGILAKAN DIRI…!?”
Hahahahahha, tawanya semakin menggema memenuhi ruang tak berdinding yang kami tempati.
“Anak muda, tampaknya kamu tak mengenal mereka.”
Mereka? Para cerpenis itu? Aku kenal mereka, Aku kenal Joni Ariadinata, Aku kenal Agus Noor, Aku kenal Lan Fang, Aku kenal Ayu Utami, Aku kenal Dewi Lestari, Aku kenal Habiburrahman el Syirazi, Aku kenal Andrea Hirata Aku kenal ………..
“Stop, kau belum mengenal mereka. Kau hanya melihat mereka, kau belum kenalan. Apalagi berteman.
“Ya mereka para cerpenis itu adalah sekumpulan orang-orang gila atau lebih tepatnya menggilakan dirinya. Asal kau tau, mereka selalu memikirkan sesuatu yang tak masuk akal untuk diakal-akalkan. Mereka akal-akalan membuat cerita. Simak saja cerita-cerita yang mereka ceritakan. Banyak cerita yang aneh yang tak masuk akal tapi dipaksa untuk masuk akal. Apakah ini bukan sesuatu kegilaan?!”
“Itu kan imajinasi?!” jawabku spontan.
“Imajianasi?!” HAHAHAHAHA
Si cerpen malah tertawa sekeras-kerasnya.
“Tepat! Itu adalah Imajinasi dan kata yang lain dari ‘imajinasi’, adalah Gila. G-I-L-A.”
Tap…….. belum sempat aku menyanggah perkataannya bahwa imajinasi adalah gila, ia nyerocos lagi.
“Seperti cerpen ‘Aku Ingin Bercerita’ buatan Abdul Faqih M.R. apakah bisa sebuah cerpen berbicara kepada si pembuat cerpen itu sendiri. Dalam cerpen yang katanya bagus itu, ia mengajak cerpen untuk membantu dirinya menggapai mimpi, si ‘aku’.
“Si aku dalam cerpen tersebut bermimpi ‘ingin bercerita’ dan meminta si ‘cerpen’ untuk membantunya menggapai mimpi itu, mimpi ingin bercerita.
“Abdul Faqih M.R. memposisikan cerpen, atau menjadikan cerpen selayaknya manusia yang bisa berbicara, punya pikiran, punya mata, mulut, perut, telinga, hidung, butuh makan dan minum, dan butuh toilet untuk buang air besar.
“Dan yang membuat aku terpingkal adalah bahwa si cerpen juga punya hati, punya perasaan, punya rasa cinta, punya pacar.
“Apakah ini masuk akal?!”
Mendengar cerita dari cerpen itu aku tertegun. Aku berpikir kembali, apakah aku benar-benar ingin menemui si mimpi yang datang setiap pesta sunyiku. Aku sudah bosan dengan kehadirannya yang datang tanpa diudang, merusak pesta yang aku gelar hanya untukku. Tapi ia selalu hadir mengganggu.

"bagaimana, apakah kau masih ingnin menemui mimpi?"
"ya, aku ingin menemuinya."
“aku hanya ingin agar kau mau ikut denganku, membatuku menemui mimpiku, 'mimpi aku ingin bercerita'.” Aku tak peduli apakah aku seperti mereka atau tidak."
“Anak muda, Jika memang kau ingin seperti mereka yang dengan mudah bercerita, ikutilah caranya”
“aku bukan plagiat”
“siapa yang bilang bahwa kau plagiat? Aku hanya mengatakan bahwa bila kamu ingin seperti mereka yang dengan gampang membuat cerita, membuallah, jadikan dirimu gila.!
“Apa? Menjadikan gila bagi diriku sendiri, menggilakan diri!?”
“Bukankah kamu ingin meraih mimpi bodohmu itu, mimpi ingin bercerita?!”
“maka saranku, gilakan diri kamu”
“Apa? Menggilakan diri?!”
“Kenapa?! Kau tak mau menggilakan diri, maka jangan harap kau bisa bercerita!”

***
Teringat kembali olehku seorang tamu tanpa undangan yang hadir dalam pesta sunyiku. Ia memperkenalkan dirinya “aku mimpi”. Ia kemudian merusak acaraku, memporak-porandakan pesta yang kugelar. Memakan segala hidangan yang aku sajikan untukku sendiri. Menghabiskan semua minuman hingga tak tersisa. Lalu ia pergi begitu saja tanpa pamit. Tanpa minta maaf, tanpa basa basi, ia mengghilang begitu saja.
“Gimana? Jadi mengajakku?” Tanya si cerpen mengagetkan lamunanku.
“Ya. Kamu harus ikut aku.”
“Sungguh?! Kamu mau menjadikan dirimu gila?!”
“Ya. Aku mau menggilakan diriku jika memang itu syarat agar kau mau ikut denganku. Aku ingin membalas dendam kepada mimpi yang merusak acaraku. Aku ingin membuatnya merengek-rengek meminta maaf kepadaku.”
“jika itu tujuannmu, aku tak mau ikut denganmu. balas dendam dilarang agama. Dan kau tau itu.”
“baiklah, aku tak akan balas dendam kepada mimpi, aku hanya ingin menjabat tangannya, berkanalan dengan dirinya dan meminta kepadanya untuk memberikan yang dibawanya ketika datang dalam pesta sunyiku. Ketika itu ia membawa sebuah kado. Kado berbentuk aneh.
“Aku Ingin Bercerita”
“kalau itu niatmu, baiklah aku mau ikut denganmu untuk menemui si mimpi. Tapi ke mana kau akan membawaku?!”
Aku diam tak bisa menjawab, ke mana ya? Aku akan membawa cerpen.
***
“ke mana? ” tanyanya lagi
Ya ke mana? Aku berpikir keras, belum juga aku temukan tujuan ke mana akan kubawa cerpen.
“KE MANA?” KE MANA?” KE MANA?” KE MANA?”
Ke……
“ke …….”
Ya ke…….
“Sudah jangan terlalu dipikirkan. bawa saja aku ke mana-mana.Hei lihatlah, itu si mimpi datang sendiri ke sini. Hampiri ia, jabat tangannya, eh jangan lupa siapkan senyummu.”
Si mimpi itu datang tiba-tiba seperti ketika ia datang dalam pesta sunyiku kala itu.
“ini hadiah untukmu” kata si mimpi seraya memberikan kado “aku ingin bercerita”.
Kulirik cerpen yang ada di sampingku. Ia tersenyum, senyum pertama yang aku lihat semenjak aku berkenalan dengannya. Lalu ia berbisik ke telingaku “Selamat. Kau sudah gila!”.


Sidogiri 02 Jumadats Tsani 1431 H

Jamaah Shalatku

Jamaah Shalatku
Oleh: Abdul Faqih M. R. (Alva)




Ahirnya sampai juga aku di Kampung Raga, sebuah kampung unik dengan keindahan pemandangan alami yang membuat setiap orang ingin mengunjunginya. Para penduduk yang terkenal sangat kompak, sangat akur, sebuah percontohan patut untuk ditiru. Semenjak buku alam semesta mencatat keberadaan Kampung Raga tersebut, tak pernah sekalipun terdapat pekelahian sesama warga, jika ada warga yang sakit, yang lain pasti berempati, mengunjungi yang sakit, menjenguknya, atau minimal mengirim salam.

Aku datang ke Kampung Raga ini karena ingin melihat secara langsung keadaan para warga yang selalu mendapat rangking pertama di kecamatan, di kabupaten, bahkan tingkat provinsi, Kampung Raga selalu mendapat penghargaan.

Kampung Raga dipimpin oleh seorang yang sangat hebat. Seorang imam yang sakti mandraguna, bisa menghilang, bisa terbang, berjalan di atas air, bahkan menyelam dalam tanah.

Pagi-pagi sekali aku sudah sampai di Kampung Raga, aku tak ingin ketinggalan menyaksikan ritual yang selalu digelar oleh warga di Kampung Raga ini. Setiap hari, mereka melakukannya 5 kali.

***
Matahari sudah hampir di atas kepala, tanda waktu ritual akan segera dimulai. Para warga segera bersiap-siap melaksanakan ritual mereka. Diawali dengan penyucian diri mulai dari pakain yang harus dikenakan, tempat, sampai hadats. Tak terasa matahari telah bergeser ke arah barat, tanda bahwa waktu untuk ritual sudah masuk. Segera para warga bekumpul di tempat yang sudah disediakan. Mereka berbaris rapi seperti tentara siap perang. Menempati posisi masing-masing. Tinggal menunggu sang imam yang akan memimpin ritual tersebut. Lama mereka menunggu kedatangan sang iman, sang imam ta juga nampak batang hidungnnya. Para warga mulai bingung, mulai gaduh, ritual ini tidak akan terlaksana tanpa kehadiran sang imam.

"Oe... Muka, kamu saja yang jadi imam...!" terdengar suara dari barisan belakang. Si kaki tampaknya yang besuara.
"Aku? Wah ya nggak bisa aku jadi imam, meskipun aku selalu berada di barisan paling depan, aku tidak akan pernah menjadi pemimpin ritual, bukan begitu pak leher, tanyanya pada si leher yang berada di dekatnya"
"ya" jawab si leher.
Warga yang lain mengangangguk mengiyakan perkataan si muka.
"tapi bagai mana lagi, imam kita tak juga muncul?"
"ya sudah kita cari dulu si imam" usul si kaki.
"baik kita cari dulu si imam"

Para warga Kampung Raga kini sibuk mencari sang imam, pemimpin mereka. Akupun ikut mencari sang imam, aku masih penasaran dengan ritual yang selalu dilaksanakan warga Kampung Raga 5 kali dalam sehari itu.
"nah ini di sang imam"
Sang imam ternyata sedang berada di pasar, bersama seorang gadis cantik.
"Waduh, kenapa anda masih di sini, ini waktu ritual kampung raga, bukankah kau imam kami, dan ritual ini tidak bisa terlaksana jika tuan tidak memimpin.
Hehehe, Sang imam malah tersenyum nyengir, bersikap seolah-olah tak bersalah. "aku kemari karena kemarin si mata mengenalkan aku pada wanita ini." Kata sang imam menyalahkan si mata.
Oooo si mata, gerutu para para warga, baiklah, ritual in tidak boleh rusak gara-gara si mata, para warga pun sepakat untuk memberi sangsi kepada si mata.
“itu memang tugasku, sebagai mata, aku harus melihat”
“tapi, kau harsnya bisa membedakan apa yang harus kau lihat dan pa yang tidak boleh kau lihat. Semua ada aturannya...!”
“ya ya aku tau, mulai saat ini aku berjanji pilih-pilih apa yang akan aku lihat.”
“Itu yang memang harus kamu lakukan sejak dulu, kalau kau tidak mampu, biar si tangan yang menghukummu, mencongkelmu, mengeluarkanmu dari kampung raga ini.” Kata warga memberi ultimatum sambil menunjuk Tangan yang selama ini menjadi Algojo.

***
Sang imam yang sakti mandra guna itu tampil begitu elegan, tiba-tiba muncul di kerumunan para warga.
"mari kita mulai ritual ini" ucapnya penuh wibawa
"hai mulut, kerjakan tugasmu...!"
Tanpa menunggu lama si mulut segera melasanakan tugasnya, tugas yang ia emban bertahun tahun sejak kampung raga ini masih dalam tahap percobaan, ketika kampung raga masih berumur 10 tahun.
Begitupun para warga yang lain, tampaknya mereka sudah hafal di luar kepala apa-apa yang harus dikerjakan ketika melaksanakan ritual. Semua men

***
Ritual dimulai...!
Allaa..hu Akbar...!
Cling, sang imam menghilang. ..................................................................................................................BERSAMBUNG...

GPP

GPP (Gad's Potho Painting), kalau definisi secara pastinya sih nggak tau, tapi intinya adalah editing foto memakai photosop yang diharapkan hasilnya seperti  lukisan cat cair.
tapi entahlah definisi ini benar atau nggak silahkan dimengerti sendiri deh. nih dia sebagian contohnya:

 Ponaanku: Abid Maftuh

My Love: Azmi Faiqatul Hikmah

Franky Sahilatula

Bang Iwan

 My Family

Teman: Noval Family

Hehehe Aku dewe

Adikku: Yahya 



Sebuah

                                                          sebuah kata 
                                                                                                                 sebuah makna
                               sebuah nama
                                                        sebuah tanya 
                                                                                            sebuah tawa 
          sebuah mata 
                                                                                                                    sebuah tanda 
                                            sebuah asa 
                          sebuah dara 
                                                                                                                                                            sebuah jiwa
                                                                                            sebuah raga 
                                                          sebuah hati
                                                                                                                                             sebuah janji 
s                                                                                                      sebuah cinta
                                                    sebuah doa 
                          sebuah pinta
                                                                              sebuah pasrah 
             sebuah rindu
                                                                                                                    sebuah sendu 
                          sebuah kisah 
                                                          sebuah kasih 
sebuah buah
                                                           sebuah sebuah

Rabu, 01 Juni 2011

Digisketch

Dulu Ketika masih "nyeket" pakai manual biasanya butuh waktu minimal satu jam biar menjadi  gambar yang sempurna, sekarang mencoba nyeket pakai digital dengan memakai Photosop hanya butuh beberapa menit mkasimal 10 menit lah sudah bisa menjadi karya yang walaupun nilai seninya kurang tapi toh masih bisa dinikmati dan tak jauh beda  dengan yang asli.
Bukankah seni ada untuk dinikmati.!
Barangkali semua sepakat bahwa waktu sangatlah berharga. 
nih dia hasilnya.

My Signature in Digisketch
 karena digital adalah juga karya.


This My Work

Iwan Fals

Kakakku dan Ponaanku

 "Celurit-D Zawawi Imron-Emas"

Ernawati Rasyid (Cerpenis asal Makasar)

Gus Dur
Gitu aja kok repot.! heheheh..


My Family


Adik-adikku