Kamis, 02 Juni 2011

Filled Under: ,

Jamaah Shalatku

23.09

Jamaah Shalatku
Oleh: Abdul Faqih M. R. (Alva)




Ahirnya sampai juga aku di Kampung Raga, sebuah kampung unik dengan keindahan pemandangan alami yang membuat setiap orang ingin mengunjunginya. Para penduduk yang terkenal sangat kompak, sangat akur, sebuah percontohan patut untuk ditiru. Semenjak buku alam semesta mencatat keberadaan Kampung Raga tersebut, tak pernah sekalipun terdapat pekelahian sesama warga, jika ada warga yang sakit, yang lain pasti berempati, mengunjungi yang sakit, menjenguknya, atau minimal mengirim salam.

Aku datang ke Kampung Raga ini karena ingin melihat secara langsung keadaan para warga yang selalu mendapat rangking pertama di kecamatan, di kabupaten, bahkan tingkat provinsi, Kampung Raga selalu mendapat penghargaan.

Kampung Raga dipimpin oleh seorang yang sangat hebat. Seorang imam yang sakti mandraguna, bisa menghilang, bisa terbang, berjalan di atas air, bahkan menyelam dalam tanah.

Pagi-pagi sekali aku sudah sampai di Kampung Raga, aku tak ingin ketinggalan menyaksikan ritual yang selalu digelar oleh warga di Kampung Raga ini. Setiap hari, mereka melakukannya 5 kali.

***
Matahari sudah hampir di atas kepala, tanda waktu ritual akan segera dimulai. Para warga segera bersiap-siap melaksanakan ritual mereka. Diawali dengan penyucian diri mulai dari pakain yang harus dikenakan, tempat, sampai hadats. Tak terasa matahari telah bergeser ke arah barat, tanda bahwa waktu untuk ritual sudah masuk. Segera para warga bekumpul di tempat yang sudah disediakan. Mereka berbaris rapi seperti tentara siap perang. Menempati posisi masing-masing. Tinggal menunggu sang imam yang akan memimpin ritual tersebut. Lama mereka menunggu kedatangan sang iman, sang imam ta juga nampak batang hidungnnya. Para warga mulai bingung, mulai gaduh, ritual ini tidak akan terlaksana tanpa kehadiran sang imam.

"Oe... Muka, kamu saja yang jadi imam...!" terdengar suara dari barisan belakang. Si kaki tampaknya yang besuara.
"Aku? Wah ya nggak bisa aku jadi imam, meskipun aku selalu berada di barisan paling depan, aku tidak akan pernah menjadi pemimpin ritual, bukan begitu pak leher, tanyanya pada si leher yang berada di dekatnya"
"ya" jawab si leher.
Warga yang lain mengangangguk mengiyakan perkataan si muka.
"tapi bagai mana lagi, imam kita tak juga muncul?"
"ya sudah kita cari dulu si imam" usul si kaki.
"baik kita cari dulu si imam"

Para warga Kampung Raga kini sibuk mencari sang imam, pemimpin mereka. Akupun ikut mencari sang imam, aku masih penasaran dengan ritual yang selalu dilaksanakan warga Kampung Raga 5 kali dalam sehari itu.
"nah ini di sang imam"
Sang imam ternyata sedang berada di pasar, bersama seorang gadis cantik.
"Waduh, kenapa anda masih di sini, ini waktu ritual kampung raga, bukankah kau imam kami, dan ritual ini tidak bisa terlaksana jika tuan tidak memimpin.
Hehehe, Sang imam malah tersenyum nyengir, bersikap seolah-olah tak bersalah. "aku kemari karena kemarin si mata mengenalkan aku pada wanita ini." Kata sang imam menyalahkan si mata.
Oooo si mata, gerutu para para warga, baiklah, ritual in tidak boleh rusak gara-gara si mata, para warga pun sepakat untuk memberi sangsi kepada si mata.
“itu memang tugasku, sebagai mata, aku harus melihat”
“tapi, kau harsnya bisa membedakan apa yang harus kau lihat dan pa yang tidak boleh kau lihat. Semua ada aturannya...!”
“ya ya aku tau, mulai saat ini aku berjanji pilih-pilih apa yang akan aku lihat.”
“Itu yang memang harus kamu lakukan sejak dulu, kalau kau tidak mampu, biar si tangan yang menghukummu, mencongkelmu, mengeluarkanmu dari kampung raga ini.” Kata warga memberi ultimatum sambil menunjuk Tangan yang selama ini menjadi Algojo.

***
Sang imam yang sakti mandra guna itu tampil begitu elegan, tiba-tiba muncul di kerumunan para warga.
"mari kita mulai ritual ini" ucapnya penuh wibawa
"hai mulut, kerjakan tugasmu...!"
Tanpa menunggu lama si mulut segera melasanakan tugasnya, tugas yang ia emban bertahun tahun sejak kampung raga ini masih dalam tahap percobaan, ketika kampung raga masih berumur 10 tahun.
Begitupun para warga yang lain, tampaknya mereka sudah hafal di luar kepala apa-apa yang harus dikerjakan ketika melaksanakan ritual. Semua men

***
Ritual dimulai...!
Allaa..hu Akbar...!
Cling, sang imam menghilang. ..................................................................................................................BERSAMBUNG...

0 komentar:

Posting Komentar